RUCHMANSYAFRI008.BLOGSPOT.COM
GO TO BLOG ATRO MUHAMMADIYAH
ONE REPUBLIC SHUFFLE
GO TO BLOGSPOT ONE REPUBLIC SHUFFLE
RUCHMANSYAFRI008.BLOGSPOT.COM
GO TO MY BLOGSPOT
PERFORM SHUFFLE AT PENGAYOMAN
Go to YOUTUBE FOR MY PERFORM AT PENGAYOMAN
JANGAN MARAH HAHAHAH
HAHAHAHAHAH I DON'T KNOW HOW ABOUT THIS SLIDE
Sunday, September 3, 2017
RUCHMANSYAFRI LAPORAN KASUS PRAKTEK KERJA LAPANGAN V TATALAKSANA TERAPI RADIASI PADA KASUS CA GINJAL DEXTRA DI DEPARTEMEN RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSOMO JAKARTA
1:46 AM
No comments
LAPORAN KASUS PRAKTEK KERJA LAPANGAN V
TATALAKSANA TERAPI
RADIASI PADA KASUS CA GINJAL DEXTRA DI
DEPARTEMEN RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSOMO
JAKARTA
Penyusun:
RUCHMANSYAFRI
NIM:
P1337430216231
PRODI DIV TEKNIK
RADIODIAGNOSTIK & RADIOTERAPI
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
2017/2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Didunia kesehatan,
peralatan teknologi yang digunakan semakin canggih. Radiologi memegang peranan
penting dalam upaya penegakan diagnosa suatu penyakit dan mempelajari tentang
radiasi terutama di bidang radiodiagnostik dan radioterapi yang bertujuan untuk
penyembuhan dari sakit yang dideritanya ataupun sekedar meningkatkan kualitas
hidup penderita. Salah satunya adalah pengobatan dalam melawan penyakit
keganasan, yang di anggap mematikan yaitu kanker. Beberapa metode dapat
diterapkan dalam penanganan penyakit tumor ganas atau kanker ini, yaitu
operasi, kemoterapi, dan radioterapi. Metode-metode tersebut dapat dilakukan
secara mandiri ataupun bisa dikombinasikan. Mengenai hal tersebut akan di
tentukan oleh dokter berdasarkan jenis kanker dan tingkat keganasan (stadium)
yang diderita. Radioterapi merupakan tindakan medis yang dilakukan pada pasien
dengan menggunakan radiasi pengion untuk mematikan sel kanker semaksimal
mungkin dengan kerusakan pada sel normal seminimal mungkin.
Metode pengobatan ini mulai digunakan orang sebagai salah
satu pengobatan tumor ganas, segera setelah ditemukannya sinar-x oleh WC
Roentgen, sifat-sifat radioaktivitas oleh Becquerel dan radium oleh Pierre dan
Marie Curie, yaitu pada akhir abad ke-19. Pada saat tersebut para medisi amat berbesar
hati melihat suksesnya hasil pengobatan pada berbagai jenis kanker kulit serta
neoplasma-neoplasma yang letaknya superfisial. Bahkan mereka menggunakan sinar
ini untuk kelainan-kelainan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan
proses neoplastik seperti acne, artritis, verruca atau untuk epilasi dari
rambut-rambut yang tidak dikehendaki. Mereka mengatakan bahwa keajaiban di
dunia pengobatan kanker telah ditemukan. Tetapi gambaran ini berubah, ketika
ditemukan bahwa tumor-tumor yang semula hilang karena terapi radiasi kembali
muncul dan kerusakan pada jaringan sehat akibat radiasi mulai tampak.
Salah satu jenis kanker yang
menyerang manusia adalah kanker ginjal, ginjal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang
vital fungsinya bagi keseluruhan sistem tubuh manusia. Ginjal adalah organ
utama sistem ekskresi manusia, yang mengatur pembuangan zat-zat sisa yang sudah
tidak berguna lagi bagi tubuh. Selain itu, ginjal juga berperan dalam
menjaga homeostasis cairan dalam tubuh. Seperti organ tubuh lainnya, ginjal
juga bisa mengalami kanker. Jenis kanker ginjal yang paling sering ditemukan
adalah karsinoma sel ginjal (adenokarsinoma renalis, hipernefroma, renal cell
carcinoma), yang berasal dari sel-sel yang melapisi tubulus renalis
ginjal.
Bahayanya, kanker ginjal ini biasanya ditemukan pada
saat kanker ini telah mengalami metastasis dan sudah menyebar ke organ tubuh
lainnya, karena pada stadium dini kanker ini jarang sekali menunjukkan
gejalanya. Gejalanya baru mulai terasa pada stadium lanjut, yaitu terjadi
hematuria (terdapat darah pada air seni). Penyakit kanker ginjal merupakan salah
satu penyakit yang ditakuti oleh beberapa orang karena tidak menunjukkan gejalanya.
Sehingga ketika terdeteksi ternyata sudah menyebar ke organ yang lain dan sulit
untuk disembuhkan. Angka kejadian kanker ginjal cenderung meningkat belakangan
ini.
Berdasarkan latar belakang
diatas maka penulis yang merupakan mahasiswa Diploma IV Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Semarang mengangkat laporan kasus berjudul, tatalaksana penyinaran radiasi pada
kasus kanker ginjal di Departemen RSPUN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tanggal 24 Juli – 18 Juni 2017.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana modalitas radioterapi yang dilakukan di Rumah Sakit Pusat Umum Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta pada kanker ginjal ?
2. Bagimana tatalaksana penyinaran radiasi pada kasus kanker ginjal di Rumah Sakit Pusat Umum Nasional Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta?
C. Tujuan
1. Mengenal modalitas radioterapi
yang dilakukan di Rumah Sakit Pusat
Umum Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada kanker ginjal.
BAB II
TINJAUAN
TEORI
A. Anatomi
Fisiologi Ginjal
1. Anatomi
ginjal
a. Melekat
langsung pada dinding belakang abdomen
b. Bentuk
seperti biji kacang
c. Jumlahnya
ada 2
d. Ginjal
kiri lebih besar dari ginjal kanan
e. Pada
umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari ginjal wanita
Gambar 2.1 anatomi ginjal
f. Setiap
ginjal p = 6 - 7,5 cm,tebal 1,5 –
2,5cm
g. Berat
pd orang dewasa 140 gram
h. Bentuk
ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang
punggung. sisi
luarnya cembung
i.
Pembuluh-pembuluh ginjal
semuanya masuk dan keluar pada hilum
j.
Di atas setiap ginjal ada
kelenjar suprarenal
k. Ginjal
kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yg kiri
2.
Struktur ginjal
a. Dilingkupi
kapsul tipis dan fibrous
b. Warnanya ungu tua
c. Terdiri atas bagian kortex di
sebelah luar,dan bagian medula di sebelah dalam
d. Bagian medula tersusun atas
15-16 piramid ginjal.puncaknya langsung mengarah ke hilum dan berakhir di
kaliks
e. Kaliks ini berhubungan dengan pelvis ginjal.
3. FUNGSI GINJAL
a. Mengatur
volume air (cairan) dalam tubuh,
b. Mengatur
keseimbangan osmotik dan mempertahankan keseimbangan ion yg optimal dalam plasma
(keseimbangan elektrolit),
c. Mengatur
keseimbangan asam basa cairan tubuh
bergantung pada apa yg dimakan , campuran makanan menghasilkan urine yg
bersifat agak asam, pH kurang dari 6 ini disebabkan hasil akhir metabolisme protein asam dan basa
dari cairan tubuh,
d. Ekskresi
sisa hasil metabolisme (ureum,asam urat,kreatinin), zat-zat toksik, obat-obatan
hasil metabolisme hemoglobin dan bahan
kimia asing (pestisida),
e. Fungsi
hormonal dan metabolisme .ginjal mensekresi hormon renin yg mempunyai peranan
penting yg mengatur tekanan darah (sistem renin angiotensin aldosteron),
membentuk eritropoesis (mempunyai
peranan penting untuk memproses pembentukan sel darah merah)
B. Kanker Secara Umum
Mengenal Kanker
Secara normal, sel-sel tumbuh dan membelah untuk membentuk sel-sel baru ketika
tubuh memerlukan mereka. Ketika sel-sel tumbuh menua, mereka mati, dan sel-sel
baru mengambil tempat mereka. Adakalanya proses yang teratur ini berjalan
salah. Sel-sel baru terbentuk ketika tubuh tidak memerlukan mereka, dan sel-sel
tua tidak mati ketika mereka seharusnya mati. Sel-sel ekstra ini dapat
membentuk suatu massa dari jaringan yang disebut suatu pertumbuhan atau tumor.
Tumor-tumor dapat bersifat jinak atau ganas.
Tumor-tumor jinak
adalah bukan kanker: Tumor-tumor jinak jarang mengancam nyawa. Biasanya,
tumor-tumor jinak dapat diangkat atau dikeluarkan dan mereka jarang tumbuh
kembali. Sel-sel dari tumor-tumor jinak tidak menyerang jaringan-jaringan di
sekitar mereka atau menyebar ke bagian-bagian lain tubuh.
Tumor-tumor ganas
adalah kanker: Tumor-tumor ganas umumnya lebih serius daripada tumor-tumor
jinak dan mungkin mengancam nyawa. Tumor-tumor ganas seringkali dapat
diangkat atau dikeluarkan, namun mereka dapat tumbuh kembali. Sel-sel dari
tumor-tumor ganas dapat menyerang dan merusak jaringan-jaringan dan organ-organ
yang berdekatan, sel-sel kanker juga dapat menyebar dari suatu tumor
ganas dan memasuki aliran darah atau sistem lymphatic (getah bening). Sehingga,
sel-sel kanker menyebar dari kanker asal (tumor primer) untuk membentuk
tumor-tumor baru pada organ-organ lain. Penyebaran dari kanker disebut
metastasis. Ketika kanker menyebar (metastasis) dari tempat asalnya ke bagian
lain dari tubuh, tumor baru mempunyai jenis yang sama dari sel-sel abnormal dan
nama yang sama seperti tumor primer. Contohnya, jika kanker ginjal menyebar ke
paru-paru, sel-sel kanker di paru-paru sebenarnya adalah sel-sel kanker
ginjal.Penyakitnya adalah kanker ginjal yang metastatis, bukan kanker paru. Ia
dirawat sebagai kanker ginjal, bukan kanker paru. Dokter-dokter adakalanya
menyebut tumor baru sebagai penyakit metastatis atau penyakit jauh.
C. Kanker Ginjal (Kidney Cancer)
Kanker ginjal adalah sebuah kelainan pertumbuhan sel-sel ginjal
(abnormal) karena sel-sel ginjal memperbanyak diri tak terkontrol.
Pertumbuhan sel-sel tersebut tidak diperlukan oleh tubuh dan
membentuk massa atau
jaringan yang mengganggu dan kemudian dikenal sebagai tumor atau kanker.
Biasanya akumulasi sel abnormal akan membentuk jaringan tumor yang menimbulkan masalah
bagi kesehatan bersangkutan. Tumor ganas yang akan menyerang jaringan terdekat
dan bagian tubuh yang lain.
Gambar 2.2 Kerusakan ginjal
Kanker ginjal berpeluang ada dan muncul pada ginjal setiap manusia.
Sebagaimana diketahui, bahwa manusia memiliki sepasang ginjal yang bentuknya
mirip kacang yang besarnya sekepalan tangan. Ginjal ini berada pada
bagian pinggang kanan–kiri pada kedua sisi ruas tulang belakang.
Ginjal berperanan dalam menyaring dan mengeluarkan produk sisa dari
darah, dan membentuk dan menyaring urine untuk dieskresikan keluar tubuh.
Penderita kanker ginjal biasanya hanya terserang satu ginjal saja, bukan
kedua-duanya sekaligus.
1. Penyebab Kanker Ginjal
Kanker
ginjal berkembang paling sering pada orang-orang yang berumur 40 tahun keatas,
namun tidak seorang pun mengetahui penyebab- penyebab yang pasti dari penyakit
ini. Dokter-dokter jarang dapat menerangkan mengapa kanker ginjal dapat berkembang pada seseorang dan yang
lainnya tidak. Penelitian telah menunjukan bahwa terdapat orang-orang dengan
faktor-faktor risiko tertentu yang lebih mungkin menderita kanker ginjal.
Faktor risiko adalah apa saja yang meningkatkan kesempatan seseorang menderita
suatu penyakit.
Beberapa studi telah
menemukan faktor-faktor risiko untuk kanker ginjal, antara lain :
a. Merokok: Merokok adalah suatu faktor risiko utama. Perokok memiliki dua
kali lebih kemungkinan untuk menderita kanker ginjal dari pada bukan perokok.
b. Kegemukan: Orang-orang yang kegemukan juga mempunyai faktor risiko terhadap
kanker ginjal.
c.
Tekanan darah tinggi: Tekanan darah
tinggi meningkatkan risiko kanker ginjal.
d. Dialisis jangka panjang: Dialisis merupakan suatu perawatan untuk
orang-orang yang ginjalnya tidak mampu bekerja dengan baik untuk mengeluarkan
pembuangan dari darah.
e. Transplantasi ginjal: Ginjal yang ditransplantasikan memiliki risiko
kanker.
f.
Von Hippel-Lindau (VHL) syndrome:
VHL adalah suatu
penyakit yang jarang terjadi dan disebabkan oleh perubahan-perubahan dalam gen
VHL. Suatu gen VHL yang abnormal meningkatkan risiko kanker ginjal.
g. Pekerjaan: Beberapa orang memiliki risiko yang tinggi terhadap kanker
ginjal karena terus-menerus terpapar bahan-bahan kimia, asbes,dan kadmium.
h. Jenis kelamin: Rasio pria menderita kanker ginjal dibanding perempuan
adalah sebesar 2,04 : 1.
i.
Konsumsi analgesik yang mengandung
phenacetin dalam jumlah yang besar.
2.
Gejala Kanker Ginjal
Pada stadium dini, kanker ginjal
jarang menunjukkan gejalanya. Pada stadium lanjut, kanker ginjal baru mulai
menampakkan gejala seperti hematuria (terdapat darah pada air seni).
a.
Gejala yang umumnya terjadi:
1) Hematuria (40%),
2) Sakit pinggang (40%),
3) Sakit pada punggung (25%)
b.
Tanda atau gejala yang lain,
1) Berkurangnya berat badan (33%)
2) Demam (20%)
3) Hipertensi (20%)
4) Hiperkalsemia (5%)
5) Mudah berkeringat
6) Malaise
3.
Diagnosis Kanker Ginjal
Diagnosis dapat dilakukan dengan satu
atau lebih dari prosedur- prosedur berikut:
a. Pemeriksaan fisik
Dokter memeriksa tanda-tanda kesehatan umum dan menguji untuk demam dan
tekanan darah tinggi. Dokter juga merasakan (meraba) perut dan pinggang untuk
memeriksa tumor.
b. Tes urin
Urin diperiksa untuk
tanda-tanda lain dari penyakit.
c.
Tes darah
Darah diperiksa di
Laboraturium untuk memeriksa kerja ginjal, contohnya pemeriksaan senyawa
kreatinin. Kadar kreatinin yang tinggi dapat menandakan ginjal tidak berfungsi
dengan baik.
d. Intravenous pyelogram (IVP)
Dokter menyuntikan zat warna (dye) ke
vena di lengan. Zat warna akan berjalan dan mengumpul di ginjal. Zat warna
membuat ginjal terlihat pada X-rays dan dapat menunjukkan adanya suatu tumor
pada ginjal ataupun gangguan lainnya.
e. CT scan (CAT scan)
Pasien juga
disuntikkan zat warna sehingga ginjal dapat terlihat pada gambar-gambar CT scan
sehingga dapat menunjukkan adanya suatu tumor ginjal.
f.
Tes Ultrasound
Alat ultrasound menggunakan
gelombang-gelombang suara ultrasonik. Gelombang memantul balik dari ginjal dan sebuah komputer menggunakan gema-gema untuk
menciptakan suatu gambar yang disebut sonogram. Suatu tumor atau kista akan
nampak padasonogram.
g. Biopsi
Biopsi adalah pengangkatan sebagian
jaringan untuk mencari sel-sel kanker. Dokter memasukkan jarum yang tipis melalui kulit kedalam
ginjal untuk mengangkat sejumlah kecil jaringan, dengan menggunakan ultrasound atau X-rays
sebagai pemandu jarum. Kemudian, seorang ahli patologi akan mencari sel-sel kanker dalam jaringan
menggunakan sebuah mikroskop.
h. Operasi
Pada kebanyakan kasus,
berdasarkan pada hasil dari CT scan, ultrasound, dan X-rays, dokter akan
mempunyai cukup informasi untuk merekomendasikan operasi untuk mengangkat
sebagian atau seluruh dari ginjal. Seorang ahli patologi akan membuat diagnosis
akhir dengan memeriksa jaringan tersebut dengan mikroskop.
4.
Penggolongan Stadium Kanker Ginjal
Stadium didasarkan pada ukuran tumor,
apakah kanker telah menyebar dan, jika ya, ke bagian-bagian mana dari tubuh.
Penggolongan stadium mungkin melibatkan tes-tes pencitraan (imaging) seperti
ultrasound scan, CT scan, atau MRI. Kanker ginjal digolongkan dalam
stadium-stadium berikut:
a. Stadium I
Stadium awal dari
kanker ginjal. Tumor berukuran sampai 2,75 inchi (7cm), tidak lebih besar dari
sebuah bola tenis. Sel-sel kanker ditemukan hanya di ginjal.
b. Stadium II
Juga merupakan stadium
awal dari kanker ginjal, namun tumor berukuran lebih dari 2,75 inchi dan
sel-sel kankernya masih ditemukan hanya di ginjal.
c. Stadium III
Tumor tidak meluas di
luar ginjal, namun sel-sel kanker telah menyebar melalui sistem getah bening ke
simpul getah bening yang berdekatan, atau tumor telah menyerang kelenjar
adrenal atau lapisan-lapisan dari lemak dan jaringan yang berserabut yang
mengelilingi ginjal, namun sel-sel kanker masih belum menyebar di luar jaringan
berserabut. Sel-sel kanker mungkin ditemukan pada satu simpul getah bening yang
berdekatan atau sel-sel kanker telah menyebar dari ginjal ke suatu pembuluh
darah besar yang berdekatan.
d. Stadium IV
Tumor meluas di luar
jaringan berserabut yang mengelilingi ginjal, atau sel-sel kanker ditemukan
pada lebih dari satu simpul getah bening yang berdekatan, atau kanker telah
menyebar ke tempat-tempat lain di dalam tubuh seperti paru-paru.
Kanker yang kambuh :
Kanker yang kembali (kambuh) setelah perawatan. Sel-sel kanker mungkin kembali
di ginjal atau di bagiantubuh yang lain.
5.
Treatment bagi Pasien Kanker Ginjal
Treatment atau perawatan bagi pasien
kanker ginjal, antara lain meliputi operasi, arterial embolization, terapi
radiasi, terapi biologi, atau kemoterapi. Pasien juga mungkin memerlukan
kombinasi dari treatment-treatment di atas.
a. Operasi
Operasi adalah perawatan yang paling umum untuk kanker ginjal dan merupakan
terapi lokal. Suatu operasi untuk mengangkat ginjal disebut nephrectomy. Ada
beberapa tipe dari nephrectomy, tergantung pada stadium kanker :
1)
Radical nephrectomy
Ahli
bedah mengangkat seluruh ginjal bersama dengan kelenjar adrenal dan beberapa
jaringan sekitar ginjal. Beberapa simpul-simpul getah bening di area itu juga
mungkin diangkat.
2)
Simple nephrectomy
Ahli bedah hanya mengangkat
ginjal. Operasi ini biasanya dilakukan pada pasien dengan kanker ginjal stadium
I.
3)
Partial nephrectomy
Ahli bedah hanya mengangkat bagian
dari ginjal yang mengandung tumor. Operasi ini mungkin dilakukan pada pasien
yang hanya mempunyai satu ginjal atau bila kanker menyerang kedua ginjal. Atau,
pada pasien dengan tumor ginjal yang kecil (kurang dari 4cm).
b. Arterial embolization Arterial adalah suatu tipe terapi lokal yang dapat menyusutkan tumor.
Adakalanya dilakukan sebelum operasi agar lebih mudah. Ketika pada kondisi
tertentu operasi tidak mungkin dilakukan, arterial embolization mungkin
dilakukan untuk membantu menghilangkan gejala-gejala dari kanker ginjal.
Dokter
memasukkan suatu tabung yang sempit (kateter) ke dalam pembuluh darah di kaki.
Tabung dilewatkan ke atas sampai pada pembuluh besar utama (arteri ginjal) yang
menyediakan darah pada ginjal. Dokter menyuntikan suatu senyawa ke dalam
pembuluh darah untuk menghalangi aliran darah ke dalam ginjal. Halangan ini
mencegah tumor mendapatkan oksigen atau senyawa-senyawa lain yang diperlukan
untuk tumbuh. Efek samping yang sering dialami antara lain, nyeri punggung,
demam, mual, dan muntah-muntah.
c.
Terapi Radiasi
Terapi
radiasi (juga disebut radioterapi) adalah tipe yang lain untuk terapi lokal.
Terapi ini menggunakan sinar-sinar bertenaga tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi ini
akan menyerang sel-sel kanker hanya pada area yang diradiasi. Pada beberapa
kasus, pasien juga harus diterapi radiasi sebelum operasi untuk menyusutkan
tumornya. Pada beberapa kasus lainnya, terapi radiasi juga diberikan setelah
operasi untuk membunuh sel-sel kanker yang mungkin tertinggal di area itu.
Pasien- pasien yang tidak dapat dioperasi mungkin akan diberikan terapi radiasi
untuk menghilangkan nyeri atau masalah lain yang disebabkan oleh kanker. Efek
samping yang mungkin muncul antara lain, mual, muntah, diare, kulit pada area
yang diradiasi menjadi merah, kering, dan peka. Selain itu dapat menimbulkan
pengurangan jumlah sel darah putih sehat, sehingga tubuh lebih rentan infeksi.
d. Terapi Biologi
Terapi
biologi adalah suatu tipe dari terapi sistemik. Terapi ini menggunakan
senyawa-senyawa yang melalui aliran darah, mencapai, dan menyerang sel-sel
kanker di seluruh tubuh. Terapi biologi menggunakan kemampuan alamiah tubuh
(sistem imun) untuk melawan kanker. Untuk pasien-pasien dengan kanker ginjal
yang metastatis, dokter mungkin menyarankan interferon alpha atau interleukin-2
(juga disebut IL-2 atau aldesleukin). Tubuh manusia secara normal menghasilkan
senyawa-senyawa ini dalam jumlah yang kecil untuk merespon infeksi atau
penyakit lain. Untuk perawatan kanker, senyawa-senyawa tersebut dibuat di
laboratorium dalam jumlah yang besar. Efek samping yang mungkin muncul antara
lain, gejala- gejala seperti flu, kedinginan, demam, nyeri-nyeri otot,
kelelahan, kehilangan nafsu makan, mual, muntah, dan diare. Mungkin juga timbul
ruam kulit(skin rash).
e. Kemoterapi
Kemoterapi
juga merupakan salah satu terapi sistemik. Obat-obatan kanker memasuki aliran darah dan berjalan ke
seluruh tubuh. Ada penemuan terbaru dalam teknik kemoterapi. Teknik ini
menunjukkan harapan besar dalam memperpanjang usia pasien pengidap kanker
stadium lanjut. Namun, terapi ini juga bisa sangat merugikan mengingat efek
racun yang ditimbulkannya. Dalam temuan terbaru mengenai kanker ginjal, ahli
University of California Davis, Amerika Serikat, berhasil mengidentifikasi
suatu cara untuk menghambat mekanisme pemulihan sendiri oleh gen padasel-sel
kanker. Hal ini diharapkan memperbesar keberhasilan kemoterapi kanker ginjal
dan menjadikannya lebih efektif dan lebih dapat ditoleransi. Sel kanker sangat
terkenal akan kemampuan mereka untuk secara cepat menciptakan salinan diri
mereka. Meski pengobatan termutakhir berhasil memperlambat proses itu,
pengobatan tersebut tidak cenderung menyembuhkan dan mungkin memiliki efek
samping. Pengobatan terbaru bekerja dengan cara merusak kestabilan sel kanker
di tingkat DNA, yang mengurangi kemampuannya untuk menggandakan diri. Para
peneliti, yang mengetahui bahwa gen p21 memiliki peran penting dalam memulihkan
DNA sel kanker dan berpotensi memangkas manfaat pengobatan kanker berusaha
mengidentifikasi susunan yang dapat mengganggu jalur tersebut. Tim itu menguji
ribuan zat dan 12 di antaranya ditemukan dapat mengikat protein rekombinan
p21.
Uji
coba tambahan menemukan tiga bahan yang mampu menurunkan ekspresi p21, dan
menghalangi kemampuan sel kanker ginjal untuk memperbaiki diri dan membuatnya
lebih responsif terhadap pengobatan yang merusak DNA. Untuk kajian masa depan,
tim peneliti akan memusatkan perhatian pada tiga calon zat tersebut untuk
memastikan konsentrasi paling rendah yang mungkin membuatnya tetap efektif dan
untuk lebih mengoptimalkan kandungan anti kankernya. Efek samping dari
kemoterapi bergantung terutama pada obat-obat spesifik dan jumlah yang diterima
oleh pasien. Pada umumnya, obat-obat anti kanker mempengaruhi sel-sel yang
membelah secara cepat, terutama:
1. Sel-sel darah : Sel-sel ini melawan infeksi, membantu darah untuk membeku,
dan membawa oksigen ke seluruh bagian-bagian tubuh. Ketika obat-obat mempengaruhi
sel-sel darah, pasien lebih rentan terhadap infeksi, mudah memar atau berdarah,
dan akan merasa sangat lemah dan lelah.
2. Sel-sel di akar rambut : Kemoterapi dapat menyebabkan kerontokan rambut.
Rambut dapat tumbuh kembali, namun rambut yang baru sedikit banyak akan berbeda
dalam warna dan tekstur.
3. Sel-sel yang melapisi saluran pencernaan : Kemoterapi dapat menyebabkan
nafsu makan yang buruk, mual, muntah, diare, timbul luka-luka di mulut dan
bibir.
D.
Fisika
Radioterapi
1. Teleterapi
a. Linear Accelerator ( LINAC )
Linear accelerator
(LINAC) adalah instrumen radioterapi yang digunakan untuk mematikan sel tumor
maupun kanker pada penderita penyakit tersebut. Ide pengembangan linac diawali
oleh eksperimen Wilhelm Conrad Rontgen (1845 -1923) yang merujuk pada ditemukannya
radiasi energi tinggi yang selanjutnya beliau namai sinar – X. Kemudian pada
tahun 1899, sinar -X diaplikasikan pada bidang kesehatan berupa terapi penyakit
karsinoma untuk pertama kalinya. Hal ini mendorong ilmuwan lain salah satunya
Gebbert dan Schall untuk melakukan inovasi baru dan berhasil meningkatkan
energi sinar -X yang cukup tinggi yaitu sekitar 150 kV. Barulah pada tahun 1930
linac pertama diperkenalkan oleh Rolf Wideroe. Pada tahun- tahun berikutnya
perkembangan linac semakin pesat hingga saat ini setidaknya sudah terdapat 3
generasi dari linac.
Prinsip Kerja Linear Accelerator :
Sebuah linear accelarator bekerja berdasarkan prinsip penjalaran
gelombang frekuensi radio untuk mempercepat partikel bermuatan sehingga
partikel tersebut akan memliki energi kinetik yang tinggi pada arah/track yang
lurus. Proses mempercepat partkel bermuatan tersebut dilakukan didalam sebuah tabung yang disebut
accelarator waveguide. Skema sederhana dari linac diperlihatkan pada gambar
berikut :
Gambar 2.3. Skematik prinsip kerja
linac
Untuk dapat menghasilkan foton yang selanjutnya digunakan untuk terapi
radiasi, setidaknya sebuah linac membutuhkan sumber gelombang mikro, sumber
elektron yang akan dipercepat, serta lempengan target yang akan ditumbuk.
Sumber gelombang mikro disuplai oleh komponen Magnetron ataupun Klystron.
Magnetron berfungsi sebagai osilator frekuensi yang mampu menghasilkan
gelombang mikro dengan frekuensi tinggi. Gelombang mikro tersebut digunakan
untuk menghasilkan medan magnet statis yang selanjutnya digunakan untuk
mempercepat elektron yang dihasilkan oleh elektron gun.
Berbeda dengan magnetron kylstron bukanlah penghasil gelombang mikro,
melainkan memperkuat gelombang sumber yang diberikan menggunakan sebuah
amplifier penguat frekuensi. Dari hasil penguatan frekuensi sumber tersebut,
akan dihasilkan sebuah sistem pandu gelombang dengan frekuensi mencapai 3 GHz.
Khusus magnetron, pada umumnya digunakan untuk menghasilkan energi radiasi
rendah yaitu 4 – 6 MeV. Untuk rentang energi yang lebih tinggi digunakan
kylstron.
Selanjutnya, elektron gun merupakan sumber elektron yang akan
dipercepat. Sebuah elektron gun dilengkapi dengan filamen tungsten yang
dipanaskan. Akibat pemanasan tersebut maka akan tejadi proses emisi termionik
yang mengakibatkan munculnya arus elektron yang terlepas dari tungsten
tersebut. Besarnya intensitas elektron berbanding lurus dengan besarnya suhu
pemanasan pada tungsten tersebut. Setelah elektron dihasilkan maka berkas
elektron tersebut akan diarahkan ke tabung pemercepat (accelerating tube) untuk
dipercepat sehingga energi kinetiknya meningkat.
Gambar 2.4 Komponen pada accelerator
tube
Tabung pemercepat dilengkapi dengan pengendali arus/ drift tube yang
berfungsi membalik polarisasi dari medan listrik. Dengan adanya proses ini akan
terjadi lompatan partikel sehingga menambah kecepatan partikel akibat
pembalikan polarisasi tersebut. Semakin banyak dan panjang drift tube
yang digunakan, semakin besar pula kecepatan akhir / energi kinetik partikel
yang dihasilkan. Namun , tentunya akan dibutuhkan konstruksi tabung yang
panjang untuk menghasilkan energi yang lebih tinggi.
Apabila energi kinetik yang dibutuhkan sudah tercapai, maka berkas
elektron dengan kecepatan tinggi ini akan arahkan untuk menumbuk lempengan
logam. Karena energi yang menumbuk lempengan logam sangat tinggi, maka akan
dihasilkan berkas foton dari proses ini. Berkas tersebut diarahkan keluar
melalui kepala linac yang disebut gantri untuk selanjutnya di arahkan menuju
target. Setelah dihasilkan foton dengan energi tertentu, perlu diadakan
pengkondisian akan berkas tersebut dikarenakan berkas yang dihasilkan tidak
menghasilkan intensitas foton yang seragam yang artinya energinya juga tidak
seragam. Selain itu, dalam aplikasinya, geometri berkas yang dibutuhkan akan
beragam, sehingga diperlukan komponen yang bisa mengatasi kedua permasalahan
tersebut. Untuk menjadikan energi berkas foton menjadi seragam/uniform dapat
digunakan flattening filter (FF). Komponen ini bekerja dengan menyerap sebagian
berkas foton pada bagian menggunakan bahan tertentu agar intensitas dibagian
tersebut berkurang dan sama dengan bagian lainnya sehingga semua bagian
memiliki intensitas energi yang merata. Berikut ilustrasinya.
(a)
|
(b)
|
Gambar 2.5.a
) Profil energi tanpa FF, b) Profil
energi dengan FF
Sedangkan untuk memodifikasi geometri berkas, digunakan kolimator.
Prinsip kerjanya adalah dengan meloloskan berkas foton uniform pada sebuat
kerangka sesuai dengan bentuk yang diinginkan
Gambar 2.6. Modifikasi geometri dengan
multi leaf colimator.
Dari kombinasi komponen flattening filter dan colimator akan dihasilkan
berkas foton dengan intensitas seragam dan sesuai dengan geometri yang
dibutuhkan.
D.
Keselamatan
Radiasi
Keselamatan Radiasi / Proteksi Radiasi / Fisika Kesehatan adalah
suatu cabang ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan teknik kesehatan lingkungan
yaitu tentang proteksi yang perlu diberikan kepada seseorang atau sekelompok
orang terhadap kemungkinan diperolehnya “akibat negatif” dari radiasi
pengion, sementara kegiatan yang diperlukan dalam pemakaian sumber radiasi
pengion masih tetap dilakukan. Akibat negatif yang dimaksud tersebut disebut
Somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi dan disebut akibat genetik
apabila dialami oleh keturunannya. Akibat negatif juga
dapat menimbulkan :
1. Efek Stokastik : akibat dimana kemungkinan terjadinya
efek tersebut merupakan fungsi dan dosis radiasi yang diterima oleh seseorang
tanpa suatu nilai ambang.
2. Efek Non Stokastik : akibat dimana tingkat keparahan
dari akibat radiasi ini tergantung pada dosis radiasi yang diterima dan oleh
karena itu diperlukan nilai ambang
Dalam menentukan untung-rugi atau risiko manfaat dari
kegiatan yang menggunakan sumber radiasi perlu ditetapkan suatu sistem
pembatasan dosis berdasarkan pada :
1. Setiap pemakaian zat radioaktif dan/atau sumber
radiasi lainnya hanya didasarkan pada azas manfaat dan harus lebih dahulu
memperoleh persetuuan BAPETEN
2. Semua penyinaran harus diusahakan serendah – rendahnya
(ALARA) dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan social
3. Dosis ekivalen yang diterima oleh seseorang tidak
boleh melampaui NBD yang telah ditetapkan.
Dalam menerapkan
sistem pembatasan dosis ini maka rekomendasi yang dikeluarkan Komisi Internasional untuk Proteksi Radiasi (ICRP) dibuat sedemikian
rupa sehingga efek non stokastik dapat dihindari dan untuk memperkecil efek
stokastik (kanker) sampai pada suatu nilai yang dapat diterima.
1. Risiko kematian yang dapat diterima oleh seorang
pekerja dalam 1 tahun adalah 1 dari 10.000 untuk NBD yang berlakun sekarang ini
50mSv/thn
2. Jika bekerja di industri risiko tesebut besarnya 1
dari 2.000 atau 5 kali besar risikonya.
3. Nilai tersebut dapat tinggi apabila ALARA tidak
diterapkan.
Untuk tujuan
standar keselamatan radiasi ICRP membedakan 3 macam kategori penyinaran :
1. Penyinaran terhadap pekerja radiasi dewasa (di atas 18
tahun), dibagi lagi penyinaran untuk wanita hamil dan pekerja radiasi lainnya
2. Anggota masyarakat terdiri dari anggota masyarakat
perorangan dan keseluruhan masyarakat
3. Penyinaran medik yaitu memperoleh dosis radiasi dengan
sengaja yang diberikan oleh tenaga medik dan paramedik yang mampu.
Dalam membatasi
akibat negatif yang dapat terjadi pada pekerja radiasi maka dalam SK Kepala
BAPETEN No. 01/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Terhadap Radiasi ditetapka
NBD sbb:
1. Untuk menghindari efek non stokastik, ditetapkan NBD : 0.5
Sv (5 rem) untuk semua jaringan kecuali lensa mata sedangkan untuk lensa mata
0.15 Sv (15 rem)
2. Untuk membatasi dosis efek stokastik ditetapkan NBD
ekivalen efektif untuk penyinaran seluruh tubuh adalah 50 mSv/thn.
Dalam SK BAPETEN
No. 01/1999 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja Terhadap Radiasi bahwa pekerja
radiasi tidak boleh berumur kurang dari 18 tahun dan pekerja wanita dalam masa
menyususi tidak diizinkan bertugas di daerah radiasi dengan risiko kontaminasi
tinggi.
1. NBD untuk penyinaran seluruh tubuh 50 mSv
2. NBD untuk wanita dalam usia subur 13 mSv
3. NBD untuk wanita hamil 10 mSv
4. NBD untuk penyinaran lokal adalah 500 mSv dalam 1
tahun
5. Pembatasan dosis untuk penyinaran khusus
direncanakan. Penyinaran khusus tersebut tidak boleh diberikan
kepada pekerja radiasi apabila :
a) Selama 12 bulan sebelumnya pernah menerima dosis lebih
besar daripada NBD seluruh tubuh
b) Pernah menerima penyinaran akibat keadaan darurat atau
kecelakaan
c) Wanita usia subur
6. Pembatasan dosis untuk anggota masyarakat
7. Penyinaran anggota masyarakat secara keseluruhan
NBD dalam satu
tahun untuk magang dan siswa yang harus menggunakan sumber radiasi :
1. Yang berusia diatas 18 tahun, smaa dengan NBD untuk
pekerja radiasi
2. Yang berusia antara 16 dan 18 tahun adalah 0.3 dari
NBD untuk pekerja radiasi
3. Yang berusia dibawah 16 tahun adlah 0.1 dari NBD untuk
masyarakat umum dan tidak boleh menerima dosis sebesar 0.01 dari NBD masyarakat
umum, dalam sekali penyinaran
Dalam SK Kepala
BAPETEN No. 01/1999 tersebut diatur hal – hal sebagai berikut bahwa pembatasan
Penyinaran dilakukan dengan cara pembagian daerah kerja, klasifikasi pekerja
radiasi, dan pemeriksaan dan pengujian perlengkapan proteksi radiasi dan alat
ukur radiasi. Daerah Pengawasan (daerah yang memungkinkan seseorang
menerima dosis radiasi < 15 mSv dalam setahun dan bebas kontaminasi). Daerah
Pengendalian (daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis radiasi 15 mSv
/ lebih dalam setahun). Petugas Proteksi Radiasi bertanggung jawab atas
terlaksananya tugas – tugas dalam daerah yang memungkinkan seseorang menerima dosis
lebih dari 5 mSv dalam satu tahun dan dalam daerah kontaminasi.
Ada berbagai hal
yang perlu kita lakukan ketika kita menjadi petugas PPR maupun pekerja radiasi
agar keselamatan radiasi boleh tercapai :
1. Melakukan pemantauan terhadap kebocoran dinding / tembok
ruangan pemeriksaan, dimana besaran paparan radiasi pada ruangan yang digunakan
oleh pekerja radiasi 100mR/minggu sedangkan di ruangan yang digunakan selaian
pekerja radiasi 10 mR/minggu. Pengukuran tersebut meliputi pengukuran pada
daerah :
a) Disekitar ruangan operator
b) Dibelakang pintu, sekitar lobang kunci atau handle
c) Pada sekitar diding yang dicurigai adanya kebocoran
d) Diruangan ganti baju pasien
2. Melakukan pengukuran terhadap sumber radiasi yang
dikenal dengan Uji Kesesuaian / kalibrasi. Pelaksanaan dari uji kesesuaian ini
adalah suatu badan yang telah di tunjuk oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir
(BAPETEN)
3. Melakukan pemantauan dan perawatan terhadap Alat
Proteksi Radiasi (APD Apron,
Pelindung Tiroid, Glove Pb, Gogle Pb, Shielding Pb) dengan cara melakukan
kalibrasi setiap 6 bulan sekali. Dan untuk APD yang telah dikalibrasi diberi
sticker yang berisikan tanggal pelaksanaan dan tanggal masa berlaku.
4. Menggunakan peralatan pemantauan dosis radiasi per
orangan (TLD, Pen Dosimetri, Survey meter)
Gambar 2.7 TLD
5. Memasang tanda – tanda bahaya pada daerah kerja
seperti :
a) Memasang lampu merah pada ruangan pemeriksaan yang
menggunakan pesawat sinar – x, disertai adanya tulisan “DILARANG MASUK JIKA
LAMPU MERAH MENYALA”
b) Memasang stiker tanda bahaya radiasi di depan pintu
ruangan pemeriksaan yang menggunakan sinar – x.
c) Poster peringatan bahaya Radiasi harus dipasang di
dalam ruangan pesawat sinar-x, yang memuat tulisan “WANITA HAMIL ATAU DIDUGA HAMIL
HARUS MEMBERITAHU DOKTER ATAU RADIOGRAFER”
Gambar 2.8. Tanda Bahaya Radiasi
6. Melakukan pemantauan kesehatan terhadapa pekerja
radiasi. Pemeriksaan kesehatan meliputi: pemeriksaan kesehatan umum dan
pemeriksaan kesehatan khusus. Pemeriksaan kesehatan umum, dilakukan pada saat
sebelum bekerja, selama bekerja dan pada saat akan memutuskan hubungan kerja /
pensiun. Pemeriksaan kesehatan khusus, dilakukan pada pekerja
radiasi yang mengalami atau diduga mengalami gejala sakit akibat radiasi serta
bagi pekerja yang mendapatkan paparan radiasi yang melibihi nilai ambang batas. Evaluasi
pelaksanaan kegiatan dan pencatatan meliputi melakukan pencatatan pada formulir
pemeliharaan / kalibrasi pesawat sinar x dan peralatan APD. Melakukan
pencatatan dan penyimpanan hasil penerimaan dosis radiasi perorangan (TLD).
Melakukan pencatatan hasil pengukuran dosis radiasi hambur pada sekitar ruangan
pemeriksaan. Melakukan pencatatan inventaris data – data pesawat sinar – x.
Melakukan peng arsipan hasil – hasil pemeriksaan kesehatan. Melakukan
pemantauan terhadap terjadinya kecelakaan radiasi.
E. Jaminan Mutu Radioterapi
Yang dimaksud dengan jaminan kualitas menurut
[ISO621 51 980] adalah adanya
kecukupan bukti kepercayaan suatu kegiatan sistematik yang direncanakan dan bahwa suatu struktur, sistem dan
komponen akan memberikan layanan yang memuaskan. Jaminan
kualitas pada radioterapi adalah semua prosedur yang dapat menjamin konsistensi tahapan medik: pemenuhan
keamanan dalam pemberian dosis untuk volume organ
target tersebut, dan dosis seminimal mungkin untuk jaringan normal dan paparan pada personil serta pemonitoran yang cukup pada pasien setelah tindakan. Untuk
membuktikan adanya jaminan kualitas perlu penilaian kualitas (qualityassessment)
dan kontrol kualitas (quality control). Penilaian kualitas adalah
kegiatan yang dilaksanakan untuk mengukur atau
mengevaluasi kinerja proses radioterapi. Sedangkan
kontrol kualitas adalah ukuran yang diambil untuk menilai, merawat dan atau memperbaiki kualitas perlakuan.
Pengamatan
bukti pada tingkat dosis yang efektif dan berlebihan, telah dilakukan oleh Herring
dan Compton bahwa sistem
terapi harus mampu memberikan dosis pada volume organ target dalam jangkauan ± 5 %
dari dosis yang dianjurkan. Ketidak pastian pemberian dosis dalam radioterapi bersumber
dari :
1. Penentuan anatomi pasien (kesalahan dalam memperoleh outline,
posisi pasien, penentuan organ kritik, memperkirakan inhomogenitas jaringan, dan lain lain)
2. Pendefinisian volume organ target (bentuk dan lokasi, kegagalan
dalam
memperhitungkan gerakan organ atau jaringan akibat sirkulasi dan respirasi dari
pasien).
memperhitungkan gerakan organ atau jaringan akibat sirkulasi dan respirasi dari
pasien).
3. Rencana perlakuan (kesalahan dalam data berkas, model berkas, software
dan
hardware).
hardware).
4. Treatment delivery (kesalahan dalam
kalibrasi mesin, setup pasien,
ketidaksesuaian setting mesin, dan lain lain).
ketidaksesuaian setting mesin, dan lain lain).
5. Data pasien (identifikasi, diagnosis, catatan perlakuan terdahulu, dan lain lain).
Program
jaminan kualitas yang harus diterapkan dan tanggungjawab personil pada Instalasi Radioterapi. Kepala
Instalasi Radioterapi mempunyai tanggungjawab utama : menetapkan program jaminan kualitas.
Dia harus dapat memastikan
bahwa proses radioterapi (perlakuan pasien) dilaksanakan sesuai standar lokal,
nasional maupun internasional. Masalah
utama program jaminan kualitas pada setiap departemen adalah memastikan apakah dan kapan program
jaminan kualitas (fisik dan klinik) telah dilaksanakan.
Kepala departemen radioterapi harus meminta dengan tegas catatan catatan tentang pelaksanaan jaminan
kualitas, hasil kalibrasi dan informasi yang berkaitan
dengan pasien agar dipelihara selama periode waktu tertentu. Hal ini perlu dilakukan untuk tujuan penyelidikan
lebih lanjut dan menghindari kemungkinan proses peradilan. Jika departemen radioterapi merupakan suatu kesatuan klinik dan
teknik, kepala ahli radioterapi
dapat mendelegasikan
tanggungjawab jaminan kualitas tertentu kepada personil
– personilnya sesuai dengan keahliannya, sehingga perlakuan yang dianjurkan oleh ahli radioterapi dapat
diimplementasikan sesuai dengan ketepatan dan ketelitian yang diinginkan. Kepala ahli
radioterapi harus memberikan motivasi kepada seluruh personilnya untuk
memeriksa proses komputasi dan mengeliminasi kesalahan. Setiap departemen
radioterapi sekurang-kurangnya memiliki orang fiika medic dan radioterapis yang
professional baik secara fulltime atau parttime dan
jaminan kualitas harus diberikan tanggung jawabnya kepada mereka berdua.
Salah satu komponen penting program jaminan
kualitas adalah
pengontrolan dosis pasien. Hal ini dapat dicapai dengan pengontrolan ketelitian dan keakuratan prosedur dosimetri (misalnya kalibrasi peralatan dosimetri, output sumber yang mengacu pada laboratorium standar nasional atau internasional), geometri, pengaturan peralatan sumber dan anatomi pasien, dan mengerti penyebab kesalahan perencanaan perlakuan.
pengontrolan dosis pasien. Hal ini dapat dicapai dengan pengontrolan ketelitian dan keakuratan prosedur dosimetri (misalnya kalibrasi peralatan dosimetri, output sumber yang mengacu pada laboratorium standar nasional atau internasional), geometri, pengaturan peralatan sumber dan anatomi pasien, dan mengerti penyebab kesalahan perencanaan perlakuan.
Komponen lain dari program jaminan kualitas
adalah keselamatan pasien.
Radioterapis memainkan peranan penting dalam keselamatan pasien. Dialah orang yang terkait langsung dengan pasien, mengatur posisi pasien, mengatur posisi shielding block dan wedge filter, dan memberikan penyinaran. Untuk meminimalisir dosis yang diterima pasien pada titik di luar target, merupakan kerja tim. Ahli radioterapi memberikan instruksi pemberian dosis tertentu pada organ kritik, dan fisika medik mendisain rencana perlakuan, menghitung dosis dan memilih shielding block yang sesuai, dan teknisi melaksanakan anjuran tersebut disamping juga melakukan tugas maintenance peralatan terapi.
Radioterapis memainkan peranan penting dalam keselamatan pasien. Dialah orang yang terkait langsung dengan pasien, mengatur posisi pasien, mengatur posisi shielding block dan wedge filter, dan memberikan penyinaran. Untuk meminimalisir dosis yang diterima pasien pada titik di luar target, merupakan kerja tim. Ahli radioterapi memberikan instruksi pemberian dosis tertentu pada organ kritik, dan fisika medik mendisain rencana perlakuan, menghitung dosis dan memilih shielding block yang sesuai, dan teknisi melaksanakan anjuran tersebut disamping juga melakukan tugas maintenance peralatan terapi.
Jaminan kualitas yang terakhir adalah
keselamatan personil. Untuk itu, setiap
personil yang terlibat pada departemen radioterapi harus memahami dan melaksanakan semua prosedur yang berlaku sehingga keselamatan personil dapat tercapai.
personil yang terlibat pada departemen radioterapi harus memahami dan melaksanakan semua prosedur yang berlaku sehingga keselamatan personil dapat tercapai.
Tujuan
|
Kontrol
Kualitas
|
Personil yang
bertanggungjawab |
Penetapan program (aspek
legal dan lain), pemeliharaan catatan dan delegasi tanggungjawab |
Proses radioterapi
(penilaian dan koreksi) |
Kepala
Departemen Radioterapi |
Kontrol Dosis Pasien
|
Kesalahan
Dosimetri:
Peralatan metrologi, Sumber dan peralatan brakhiterapi/ teleterapi |
Ahli
Fisika dan
Radioterapis |
Geometri
(posisi pasien:
marking dan verifikasi) |
Radioterapis
dan
teknisi |
|
Akuisisi
data pasien
(batasan volume target, organ kritik) |
Ahli
Fisika dan
Radioterapis |
|
Kesalahan
perencanaan
perlakuan (perhitungan dosis) |
Ahli Fisika
|
|
Keselamatan Pasien
|
Dosis
di luar volume target
dan pengaturan berkas Sistem Peralatan Interlock: radiasi, mekanik) Monitoring pasien & komunikasi bahaya elektrik Kegagalan mekanik, risiko sparepart yang jatuh) |
Radioterapis,
Ahli Fisika dan Teknisi Ahli Fisika dan Teknisi
Ahli Fisika
|
Keselamatan Personil
|
Fasilitas: shielding
Pemonitoran Personil Keselamatan Elektrik Sistem Peralatan Interlock: radiasi, mekanik) |
Ahli
Fisika dan
Teknisi |
Tabel 2.1. Program Jaminan Kualitas dan Tanggungjawab Personil
Kontrol kualitas radioterapi pada aspek fisik dan teknik meliputi 5 hal :
1. Aspek mekanik dan geometri dari mesin terapi dan simulator
2. Dosimetri
3. Sistem perencanaan perlakuan
4. Brakhiterapi / Teleterapi
Keselamatan
Dari
setiap hal di atas, perlu adanya program jaminan kualitas yang meliputi:
1. Spesifikasi peralatan yang dipesan
2. Uji penerimaan setelah pembelian peralatan dan penentuan standar baseline
3. Kalibrasi awal
4. Pengecekan kestabilan secara periodik dan uji khusus setelah adanya perbaikan
1. Penyusunan
Prosedur Tetap
Guna memberikan
pemahaman dalam melaksanakan kegiatan disusun prosedur tetap yang dapat
diimplementasikan dalam pelayanan baik prosedur tetap administrasi maupun
prosedur tetap teknis pemanfaatan. Adapun protap yang disusun antara lain :
a. Protap pendaftaran dan pembayaran
b. Protap
pengoperasian pesawat Simulator, pesawat Linac dan TPS komputer
c. Protap
teknis pemeriksaan Simulator
d. Protap
teknis tindakan terapi radiasi dengan pesawat Linac
e. Protap proteksi
radiasi
f. Protap
penanggulangan keadaan darurat/kecelakaan radiasi, dan lain-lain
Selain mengimplementasikan
protap dan kebijakan yang ada juga dilakukan evaluasi guna mengetahui masih
sesuai atau tidak dengan kondisi terkini.
Langkah - langkah pelaksanaan
:
Protap administrasi dan
protap teknis disusun secara bersama -
sama dan dilaksanakan bersama-sama dengan diberlakukan oleh Direktur, jika
masih ada kekurangan pada protap segera disusun dan diberlakukan.
Protap dikaji ulang setiap
setahun sekali atau jika dianggap perlu.
2. Perijinan
Peralatan
Program :
Semua peralatan yang ada harus
memiliki ijin dari pihak yang berwenang, berkaitan dengan pemanfaatan zat
radioaktif pihak yang berwenang adalah Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN).
Langkah-langkah pelaksanaan :
Memeriksa setiap peralatan sudah
memiliki ijin atau belum, jika ada peralatan yang belum segera dipersiapkan
berkas-berkas persyaratan perijinan guna pengajuan dan jika ada ada perijinan
yang akan habis masa berlakunya segera dilakukan pengajuan perpanjangan ijin.
Persyaratan perijinan dan surat
ijin disimpan dalam satu file khusus.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Paparan
Kasus
1. Identitas
Pasien
Nama
: Tn. D.A
Nomor Register : RJ00025713
Jenis Kelamin : Laki- laki
Tanggal lahir : 25 Januari 1961
Umur : 56 tahun
Tanggal masuk : 5 April 2017
|
2. Riwayat
Pasien
Pasien seorang laki- laki berusia 56
tahun, gejala awal dia sering mengalami sakit pada bagian perut, kencing
berdarah. Pasien mengetahui bahwa dia memilki penyakit kanker ginjal setelah
dilakukan operasi atau pengangkatan pada ginjal kiri.
Gambar 2.2
Catatan Kegiatan
Radioterapi
|
B. Modalitas Radioterapi
Pasien bernama Tn. D.A
dengan diagnosa kanker ginjal kanan dilakukan penyinaran menggunakan modalitas
pesawat Linac Elekta di ruang Sinergi Platform. Adapun spesifikasi dari pesawat
elekta di ruang Sinergi Platform :
1)
Nama
Pesawat : Linear Accelerator (Linac)
2)
Buatan : Elekta Compact
3)
Negara
Pembuat : Inggris
4)
Model
: Compact
5)
Tipe
Radiasi : Foton
6)
Energi
Radiasi
Foton : 6,
10 mV
Elektron
: 4, 6, 8, 9, 10, 12, 15, 16 meV
7)
Verifikasi
Radiasi : EPID (Electronic Portal Imaging Device)
8)
Teknik
Radiasi : IMRT, 2D, 3DCRT
9) Blok Radiasi :
MLC 10
10) Imaging Epid
Energi : 6mV
MU :
2
11) Luas Lapangan
X :
40
Y : 40
C. Anatomi
Crossectional
Gambar 2.4. Potongan Coronal
CT-Simulator
Sebelum
dilakukan proses penyinaran, terlebih dulu dilakukan proses penentuan iso pada
simulator yang nantinya akan menjadi titik acuan untuk iso penyinaran.
Penentuan titik iso simulator ini dilakukan di ruang CT- Simulator. Proses perencanaan
radiasi pada CT Simulator dilakukan dengan pemberian marker/tanda tenol 3 titik atau finisual marker, sebagai titik
reference pada tubuh pasien dan selanjutnya dilakukan proses scanning. Yang menjadi acuan bahwa dalam
proses scanning, irisan harus ada yang melalui marker CT Reference/Origin karena
marker tersebut berfungsi sebagai titik acuan bilamana nanti setelah dilakukan
proses perhitungan oleh Treatment Planning System terjadi pergeseran titik
sebagai isocenter / sentrasi dalam penyinaran.
Setelah
proses scanning selesai, dilakukan proses conturing dimana hasil dari potongan coronal abdomen dari scan tersebut
akan dilakukan conturing (penentuan target
volume) oleh Dokter onkologi radiasi.
Dalam melakukan proses delineasi, selain memberi tanda pada primer kankernya
tetapi juga pada area kelenjar getah bening dan nodul nodul di sekitar area kanker tersebut. Karena dalam kelenjar
getah bening dan nodul tersebut adalah area penyebaran dari kanker yang akan
dilakukan penyinaran.
D. Alur
Pelayanan Radioterapi kasus Kanker Ginjal di RSCM
Pasien yang datang pertama kali ke Departemen
Radioterapi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo akan diarahkan untuk melakukan
registrasi sebagai pasien baru di Resepsionis. Pasien sebaiknya datang dengan
membawa surat rujukan dari Dokter Pengirim. Pasien kemudian menuju ke
Poliklinik untuk dilakukan pemeriksaan oleh Dokter dan penentuan indikasi
radioterapi.
Bila
pasien ditentukan untuk menjalani tindakan radiasi, maka pasien akan
dijadwalkan serangkaian tindakan persiapan dan perencanaan radiasi, antara lain
pasien akan dikirim ke ruang Mould (untuk
pembuatan alat bantu radiasi/ alat-alat khusus immobilisasi), namun pada kasus
kanker ginjal ini pasien tidak membutuhkan suatu alat fiksasi khusus. Kemudian
ke ruang Simulator atau
CT Simulator (yaitu
ruangan untuk mensimulasikan pasien sebelum dilakukan radiasi pertama, bertujuan
untuk menentukan volume target radiasi dan menghindari jaringan sehat sekitar).
Selanjutnya data-data tersebut akan diproses secara computerized pada Treatment Planning System (TPS),
dan setelah planning radiasi selesai, pasien akan dihubungi untuk jadwal
verifikasi dan sinar pertama.
Gambar
2.5 Alur pelayanan Radioterapi RSCM
Denah Alur Pelayanan Radioterapi pada Kasus
Ca Ginjal
CT- SIMULATOR
|
SIMULATOR
|
TPS
|
PENYINARAN RADIASI
RUANG SINERGI PLATFORM
|
RESEPSIONIS
|
Poli I
|
Poli II
|
Poli III
|
1. Pasien
Konsultasi ke Dokter Onkologi Radiasi
Ini merupakan langkah pertama dalam
menentukan terapi radiasi yang tepat untuk pasien. Konsultasi dengan dokter
onkologi memberikan kebebasan kepada pasien untuk bertanya. Rekam medis pasien,
obat- obatan yang dikonsumsi pasien, hasil tes diagnostik yang telah dijalani
pasien, serta keadaan pasien saat itu juga akan didiskusikan. Pada pertemuan
itu umumnya dokter melakukan tes fisik pada pasien. Pasien akan diinformasikan
mengenai manfaat dan resiko radioterapi sehingga pasien dapat secara teliti
untuk memutuskan pilihan terapi yang tepat. Dokter onkologi radiasi juga
memiliki kesempatan untuk mengenal lebih jauh kasus penyakit yang ada pada
pasien sehingga memudahkan untuk memilih rencana pengobatan yang tepat bagi
pasien.
Di akhir kunjungan, pasien sudah memahami apa
yang dibutuhkan untuk membuat keputusan, apakah pasien akan menjalani
radioterapi atau pengobatan lainnya seperti kemoterapi. Jika dokter memutuskan
untuk dilakukan radioterapi maka akan dijadwalkan untuk radioterapi dan
menandatangani kesediannya untuk melakukan radioterapi. Kemudian akan
didiskusikan metode radiotarapi spesifik yang akan diterapkan pada kasus
pasien, dosis, level radiasi dan yang lainnya. Karena radioterapi berbeda- beda
tiap kasusnya seperti ukuran dan lokasi sel kanker.
Disisi
lain pasien bebas untuk tidak melakukan radioterapi setelah menjalani
konsultasi dengan dokter. Menjalani konsultasi bukan berarti pasien harus
menjalani proses radioterapi.
2. CT
Simulator
Setelah
pasien melakukan konsultasi ke Dokter Onkologi radiasi, penentuan indikasi
radiasi kemudian dilakukan penjadwalan untuk dilakukan CT- Simulator. Pasien
melakukan CT- Simulator pada tanggal 14 Juni 2017.
Tujuan
dilakukannya CT- Simulator adalah sebagai dasar untuk menentukan lokalisasi
saat planning di TPS.
a. Posisioning
pasien CT- Simulator pada Kasus Kanker Ginjal
1) Pasien
diposisikan di tengah meja pemeriksaan dengan diberikan bantal bantal biru
ukuran 8 cm pada kepala pasien, pengganjal kaki di lutut pasien, dan foot rest
di kaki pasien. Pastikan MSP tubuh pasien sejajar dengan sumbu laser
longitudinal.
Gambar 2.6 bantal 8 cm
|
Gambar 2.6 foot
rest
|
Gambar 2.6
Pengganjal kaki
|
2) Penyinaran
akan di lakukan pada daerah perut.
3) Pasangkan
marker pada tubuh pasien (fidusial
marker), marker diletakkan pada bagian organ yang tidak banyak pergerakan
seperti di tulang. Pada bidang tubuh bagian atas, samping kanan dan kiri.
Ketiga marker tersebut harus berada dalam satu garis. Marker-marker tersebut
nantinya akan digunakan untuk titik referensi.
4) Tandai
titik referensi pada perut, untuk titik acuan saat penyinaran
b. Scanning
pada CT-Simmulator
a. Pilih
prosedur yang akan digunakan sesuai dengan diagnosa, TPS dan teknik penyinaran.
b. Cek
dan masukkan identitas pasien pada monitor.
c. Kemudian
pilih parameter untuk scannogram sesuai organ yang akan diperiksa. Pilih slice
thickness yang tipis supaya saat scanning ketiga marker masuk pada gambaran.
d. Tekan
“confirm” untuk memulai pemeriksaan, kemudain tombol ekspose pada keyboard akan
menyala, yang menandakan siap untuk dilakukan scanning.
e. Scanning
dimulai.
f. Tekan
“next patient” untuk mengakhiri pemeriksaan.
g. Kemudian
turunkan pasien
C. Pemprosesan Gambar
1) Menampilkan Hasil Scanning (Image Display),
2) Tekan tombol “Start” untuk display
“Autoview-s” atau “Autoview-m” pada menu “Command Box”,
3) Tekan
tombol “Directory” pada jendela startup untuk menampilkan hasil scanning data
pasien (“Patient Directory”),
4) Pilih
file data image yang akan ditampilkan dari direktori pasien, dan tekan tombol
“Load”,
5) Tekan
tombol “Image Processing” atau “Image Selector”, maka jendela untuk memilih gambar hasil scanning akan
muncul,
6) Pada
jendela “Image Selector”, pilih gambar yang dikehendaki untuk ditampilkan.
7) Kirim
gambar yang diperlukan ke DICOM
3. Treatment
Planning System
Hasil dari CT- Simulator pasien diterima fisika pada tanggal 23 Juni
2017 dan selesai pada tanggal 3 Juli 2017. Adapun prosesnya yaitu hasil
pencitraan akan dikirim melalui komputer ke Treatment Planning System (TPS).
Selanjutnya, ditentukan daerah yang akan diradiasi. Dari hasil pencitraan dapat
diidentifikasi Gross Tumor Volume (GTV) yang meliputi tumor primer, metastasis
limfadenopati ataupun metastasis lainnya yang dapat terlihat. Dosis yang
adekuat harus diberikan pada seluruh GTV untuk mendapatkan kontrol tumor yang
baik. Volume ini kemudian akan diperluas menjadi Clinical Target Volume (CTV).
Delineasi CTV ini membutuhkan pertimbangan beberapa faktor seperti faktor
invasi dari tumor lokal dan juga potensi penyebarannya ke kelenjar getah bening
regional. Kemudian dibuat margin untuk melingkupi ketidakpastian geometri
seperti pergerakan pasien dan organ, yang disebut sebagai PTV. Planning Target
Volume ini akan digunakan untuk perencanaan dan spesifikasi dosis. Distribusi
dosis lalu direncanakan dengan komputer pada Treatment Planning System (TPS),
sesuai dengan spesifikasi yang diberikan dokter. Perencanaan radiasi akan
dibuat untuk memaksimalkan dosis di daerah volume target, dan meminimalisir
dosis di jaringan normal sekitarnya dengan mengatur arah, ukuran, bentuk dan
pembebanan dari berkas radiasi yang akan diberikan. Hasil perencanaan radiasi
tersebut akan dievaluasi oleh dokter spesialis onkologi radiasi, dokter
spesialis bedah saraf, dan ahli fisika medis. Target yang ingin dicapai adalah
lebih dari 95% volume target mendapatkan dosis yang dipreskripsikan. Setelah
target tercapai, pasien diradiasi sesuai hasil perencanaan radiasi yang didapat
dan dimonitor oleh tim
a. Gross Target Volume (GTV), adalah volume
tumor yang dapat dideteksi secara fisik dan imaging (delineasi dan contouring),
b. Clinical Target Volume (CTV) adalah volume
tumor yang dibatasi oleh penyebaran makroskopik tumor (penyebaran infiltrative
tumor) seperti kelenjar getah bening dan nodul-nodulnya.
c.
Planning Target Volume (PTV), adalah CTV dengan ditambah 1-2 cm di
luarnya CTV untuk mengurangi kesalahan menetapkan CTV dan pergerakan organ.
Gambar
2.6 DRR AP Kanker Ginjal
|
Gambar
2.7 DRR Lateral Kanker Ginjal
|
Gambar 2.8 DRR AP
|
Gambar 2.11 DRR Axial 1540
|
Gambar 2.13 DRR Axial 3090
|
Gambar 2.12 DRR Axial 2570
|
Gambar 2.10 DRR Axial 2060
|
Gambar 2.9 DRR Axial 510
|
4. Simulator
Setelah pasien melakukan CT- Simulator sebagai
awal titik acuan kemudian dikirim ke TPS untuk menentukan GTV, CTV dan PTV,
arah sinar, dosis, fraksinasi, bloking. Maka akan dilakukan Simulasi untuk
verifikasi dan menentukan titik sentrasi, Luas lapangan. Yang menjadi patokan
pada proses simulasi adalah Isosenter Shift ataupun DRR dari TPS yang telah
ditentukan dokter dan fisikawan medik.
Gambar 2.14 Isocenter Shift dan DRR
sebagai titik acuan pada proses
simulasi
|
Posisioning pasien Simulator pada Kasus
Kanker Ginjal
a.
Pasien diposisikan di tengah meja pemeriksaan dengan
diberikan bantal bantal biru ukuran 8 cm pada kepala pasien, pengganjal kaki di
lutut pasien, dan foot rest di kaki pasien. Pastikan MSP tubuh pasien sejajar
dengan sumbu laser longitudinal.
Bantal 8 cm
|
Foot Rest
|
Pengganjal kaki
|
b. Penyinaran
akan di lakukan pada daerah perut dibantu dengan flouroskopi.
c.
Atur arah meja sesuai dengan yang tertera pada isosenter
shift di status pasien.
“CP slice 4 cm Cranially from marker”, atur sinar naik 4 cm dari titik tengah.
“CP 5,8 cm to Right from midline”, geser sinar ke kanan sejauh 5,8 cm.
“CP 0,4 cm to anterior post from marker, atur
sinar 0,4 cm ke arah depan.
d. Lakukan
florouskopi
e.
Dokter melakukan verifikasi langsung sesuai dengan jarak
pada hasil dari CT- Simulator.
Gambar 2.15
Dokter melakukan verifikasi
|
f.
Setelah dokter sudah fix menyatakan bahwa sudah sesuai, maka dilakukanlah penggambaran.
Setelah dokter sudah fix menyatakan bahwa sudah sesuai, maka dilakukanlah penggambaran.
Gambar 2.17
Petugas
Radioterapis menentukan FSD
|
Gambar 2.16
Petugas
Radioterapis melakukan penggambambaran titik sentrasi
|
3. Teknik
Penyinaran
A. Instruksi
Kerja Pemanggilan Pasien, Pengaturan Posisi Teknik Penyinaran Isosenter dan FSD
pada Kanker Ginjal di Departemen Radioterapi RSCM.
1) Lakukan
pemanggilan pasien sesuai nomor antriannya
2) Lakukan
kesempatan pemanggilan sebanyak dua kali dengan menekan tombol (*), ada respon/
tanggapan dari pasien yang dipanggil, lakukan pemanggilan melalui telepon
dengan menekan 321, dan lakukan pemanggilan secara verbal. Apabila masih tidak
ada tanggapan dari pasien yang nomornya dipanggil, maka tekan tombol (#) untuk mengakhiri pemanggilan, dan memulai
untuk pemanggilan nomor selanjutnya.
3) Kemudian
jika pasien sudah datang, lihat dan baca instruksi dokter serta catat tanggal
penyinaran sesuai dengan data yang diperlukan dalam lembar penyinaran.
4) Pastikan
pasien yang masuk ke dalam ruang penyinaran sesuai dengan data nama dan tanggal
lahir pasien.
5) Siapkan
segala sesuatu yang perlu disiapkan pada meja penyinaran, seperti bantal,
pengganjal kaki, dan foot rest.
6) Atur
posisi pasien diatas meja penyinaran dan sesuaikan dengan titik acuan posisi
kulit pasien sehingga sesuai dengan garis laser.
7) Jika
sudah sesuai, beritahu pasien agar tidak bergerak atau bergeser lagi dari
posisi tersebut.
8) Atur
posisi meja sehingga sesuai titik sentrasi di kulit pasien sesuai dengan cross
wire dari kolimator.
9) Perhatikan
batas- batas luas lapangan penyinaran di kulit pasien.
10) Atur
ketinggian meja pasien sehingga posisi sesuai dengan nilai parameter yang
seharusnya.
11) Jika
semua pengaturan sudah sesuai, keluarlah dari ruang pesawat. Sebelum
meninggalkan pasien, beritahukan kepada pasien agar tetap tenang selama proses
penyinaran berlangsung.
12) Tutup
pintu pesawat dengan baik dan benar.
B. Penyinaran
Pasien Kanker Ginjal
Pasien
datang disinar pada tanggal 4 Juli 2017, pasien terlebih dahulu dilakukan Epid
untuk verifikasi di ruang Sinergi Platform. Verifikasi dilakukan kembali untuk
lebih meyakinkan lagi apakah letak isosenter dari penyinaran sudah benar atau
belum. Karena gambar yang ada di kulit pasien itulah yang akan digunakan mulai
dari fraksi penyinaran pertama sampai akhir dari fraksi penyinaran. Pasien
masuk di ruang pemeriksaan, posisi, alat fiksasi, dan gantry, meja, sentrasi
semua sudah sesuai dengan parameter yang tercantum di monitor. Energi yang
digunakan adalah 6 mV dan 2 Mu. Dilakukanlah verifikasi oleh dokter dari arah
AP dan Lateral. Jika dokter sudah verifikasi dan sudah fix maka dilakukanlah
penyinaran pertama.
Teknik
Penyinaran yang dilakukan
1) Pasien
dipanggil sesuai dengan nomor urut.
2) Pasien
datang di ruang Sinergi Platform dan disuruh duduk terlebih dahulu untuk
menunggu dipanggil masuk ke dalam ruang penyinaran.
3) Sebelum
pasien masuk, terlebih dahulu menyiapkan alat fiksasi sesuai dengan parameter
yang tercantum di monitor yaitu bantal 8 cm, pengganjal kaki, dan foot rest.
Dan keperluan lain seperti tisu untuk bantal, tisu untuk punggung, dan selimut pasien.
4) Pasien
masuk.
5) Pasien
disuruh naik ke atas meja penyinaran dan disuruh untuk berbaring (supine),
kedua tangan diatas kepala, atur msp tubuh pasien berada di tengah- tengah meja
penyinaran, atau laser berada pada midline tubuh pasien.
Gambar
2.18
Posisioning
pasien
|
6) Matikan
lampu agar lebih memudahkan melihat sentrasi. Pertama mengatur meja penyinaran
longitudinal sesuai dengan parameter yaitu 68, kemudian jika sentrasi sudah
berada pada tanda yang sudah digambar di kulit pasien kemudian melanjutkan pada
meja penyinaran bagian vertikal yaitu 9,1. Namun sebaiknya dilakukan secara
bersamaan untuk mengefesienkan waktu. Kemudian geser meja penyinaran ke arah
lateral 9.3, rotasi meja 0. Maka didapatlah titik sentrasi sesuai dengan yang
sudah digambar pada kulit pasien.
Gambar
2.19
laser
sudah sesuai
dengan
gambar titik sentrasi
|
7)
Jika semuanya sudah selesai, maka beritahukan kepada pasien
bahwa penyinaran akan segera kita mulai, jangan gelisah. Jika merasa tidak
nyaman atau yang lainnya saat penyinaran berlangsung pasien dipersilahkan untuk
mengangkat tangan karena akan dimonitoring pada CCTV yang tersambung di ruang
Operator.
8)
Keluar dari ruang penyinaran, tutup pintu dengan baik dan
benar.
9)
Tekan start pada ruang operator untuk melakukan beam on.
10)
Pantau pasien selama proses penyinaran.
Gambar 2.21 Monitoring pasien
di ruang operator
|
11) Setelah
pasien sudah disinar, meja dan gantry diatur kembali ke titik 0 buka selimut
pasien lalu lipat dengan rapih, membuang tisu yang telah digunakan ke tempat
sampah infeksius berwarna kuning. Pasien turun dan merapikan pakaian, pasien
boleh keluar dari ruang penyinaran dan mengambil kembali buku kontrol.
Spesifikasi
penyinaran
a. Teknik
Radiasi : IMRT
b. Alat
Radiasi : Linac Elekta Sinergi
Platform
c. Energy
Radiasi : Foton 10 mV
d. Regio : Ginjal Kanan
e. Posisi
Pasien : Supine
f. Aksesoris
: Bantal 8 cm, PL, Foot Rest
g. Table
Hight : -9,1
h. Tale
Long : 68,1
i. Table
Lateral : 9,3
j.
Table Rotasi : 0
k. Blok
: MLC
l. Gantry
Rotation : 00, 510,
1540, 2060, 2570, 3090
m. Dosis
Fraksi : 28 x 1,8 Gy
n.
Total Dosis : 50 Gy
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Modalitas yang digunakan pada kasus Ca Ginjal di
departemen Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo adalah pesawat radioterapi
eksterna elekta di ruang sinergi platform, CT- Simulator, Simulator.
2. Teknik penyinaran yang dilakukan pada kasus Ca
Ginjal di departemen Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo di ruang Sinergi
Platform ialah
a. Pasien
dipanggil sesuai dengan nomor urut.
b. Pasien
datang di ruang Sinergi Platform dan disuruh duduk terlebih dahulu untuk
menunggu dipanggil masuk ke dalam ruang penyinaran.
c. Sebelum
pasien masuk, terlebih dahulu menyiapkan alat fiksasi sesuai dengan parameter
yang tercantum di monitor yaitu bantal 8 cm, pengganjal kaki, dan foot rest.
Dan keperluan lain seperti tisu untuk bantal, tisu untuk punggung, dan selimut pasien.
d. Pasien
masuk.
e. Pasien
disuruh naik ke atas meja penyinaran dan disuruh untuk berbaring (supine),
kedua tangan diatas kepala, atur msp tubuh pasien berada di tengah- tengah meja
penyinaran, atau laser berada pada midline tubuh pasien.
f. Matikan
lampu agar lebih memudahkan melihat sentrasi. Pertama mengatur meja penyinaran
longitudinal sesuai dengan parameter yaitu 68, kemudian jika sentrasi sudah
berada pada tanda yang sudah digambar di kulit pasien kemudian melanjutkan pada
meja penyinaran bagian vertikal yaitu 9,1. Namun sebaiknya dilakukan secara
bersamaan untuk mengefesienkan waktu. Kemudian geser meja penyinaran ke arah
lateral 9.3, rotasi meja 0. Maka didapatlah titik sentrasi sesuai dengan yang
sudah digambar pada kulit pasien.
g. Jika semuanya sudah selesai, maka
beritahukan kepada pasien bahwa penyinaran akan segera kita mulai, jangan
gelisah. Jika merasa tidak nyaman atau yang lainnya saat penyinaran berlangsung
pasien dipersilahkan untuk mengangkat tangan karena akan dimonitoring pada CCTV
yang tersambung di ruang Operator
h. Keluar dari ruang penyinaran, tutup
pintu dengan baik dan benar.Tekan start pada ruang operator untuk melakukan
beam on.
i. Pantau pasien selama proses
penyinaran.
j. Setelah
pasien sudah disinar, meja dan gantry diatur kembali ke titik 0 buka selimut
pasien lalu lipat dengan rapih, membuang tisu yang telah digunakan ke tempat
sampah infeksius berwarna kuning. Pasien turun dan merapikan pakaian, pasien
boleh keluar dari ruang penyinaran dan mengambil kembali buku kontrol.
B. Saran
Dari
pasien masuk sampai pasien keluar, dari resepsionis kemudian sampai disinar dan
selesai disinar semuanya sudah terorganisasi dengan sangat bagus, dari segi
pelayanan semua pegawai sudah menerapkan 5S senyum sapa salam sopan dan santun,
hanya perlu mempertahankan dan konsistensinya dengan semua hal tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Cleveland Clinic,
Kidney Cancer,Journal from Taussig Cancer Institute, TheCleveland Clinic,
Cleveland, Ohio
Mayo Clinic, Kidney
Cancer Prevention,Journal from Mayo Foundation for Medical Education and
Research, Mayo Clinic, California
Kush Sachdeva, MD,
Renal Cell Carcinoma, Journal from Southern Oncologyand Hematology Associates,
South Jersey Healthcare, Fox Chase Cancer Center Partner.
Protokol Radiologi, Radiografi Konvensional
Kedokteran Nuklir dan Radioterapi, Wijongko Sigit, S.Si, S.ST, M.Kes. Inti
Merdeka Pustaka. Magelang. Oktober 2016
Kidney Cancer Institute:
https://kidneycancerinstitute.com/
National Cancer
Institute: https://cancer.gov/
www.alodokter.com/kanker-ginjal
Powered by Blogger.
Popular Posts
-
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejalan dengan pengembangan diagnostic, mulai juga perkembangan di bidang terapi, penyinaran suat...
-
AKADEMI TEKNIK RADIOLOGI DAN RADIOTERAPI (ATRO) MUHAMMADIYAH MAKASSAR Home > Pendidikan > Akademi Teknik Radiologi dan Radi...
-
LAPORAN KASUS PRAKTEK KERJA LAPANGAN V TATALAKSANA TERAPI RADIASI PADA KASUS CA GINJAL DEXTRA DI DEPARTEMEN RADIOTERAPI RUMAH SAKIT UM...
-
TEKNIK PEMERIKSAAN OS CRANIUM A. PROYEKSI AP Tujuan : - Os Petrosum R dan L, yang diproyeksikan 1/3 bagian bawah dari O...
-
PEMBAHASAN DAN HASIL 3.1. Towne Methode (AP Axial) Deskripsi : Meskipun metode towne menunjukkan ...
-
Bismillahirrahmanirrahim, Ini adalah salah satu cerita dari pengalaman menemukan jati diri saya. Sebenarnya ada beberapa runtutan dalam kisa...
-
1. Níat dan Baca Basmalah Jíka seorang muslím akan berwudhu, maka hendaklah ía níat dengan hatínya, kemudían membaca: بِسْمِ اللَّهِ ...
-
Ringkasan Sifat Shalat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaani Rahimahullah 1. MENGHADAP KA’B...
-
RENUNGAN I. Prilaku terpuji radiografer terhadap pasien di pelayanan radiologi a. Tidak membeda-bedakan pasien dari sukunya, agamanya, sta...
-
Kanker adalah suatu penyakit yang ditimbulkan oleh sel tunggal yang tumbuh tidak normal dan tidak terkendali sehingga dapat menjadi tumor g...